Tim Ekspedisi Dwipantara VII Tuntaskan Jelajah Bawah Laut Pulau Gili dan Noko Bawean
Gresik, Mei 2025 – Selama sepekan penuh, 28 April hingga 4 Mei 2025, Tim Ekspedisi Dwipantara VII kembali menapaki jejak penelitian di Pulau Gili dan Noko, Bawean. Ekspedisi ini melibatkan 19 peserta, terdiri dari 11 anggota UKSA-387 Universitas Diponegoro dan 8 anggota Unit Selam Universitas Gadjah Mada. Dengan semangat kolaborasi, mereka menuntaskan rangkaian penelitian yang sebelumnya telah dimulai dua tahun lalu.
Kawasan Pulau Bawean secara keseluruhan memiliki potensi wisata bahari yang besar. Kondisi laut yang relatif tenang dengan kejernihan air yang tinggi mendukung aktivitas wisata snorkeling dan penyelaman. Hamparan pasir putih serta keanekaragaman biota laut menunjukkan bahwa Pulau Bawean memiliki ekosistem laut yang masih terjaga dan berpotensi menjadi destinasi unggulan wisata bahari di Jawa Timur.
Survei Lapangan: Potret Kondisi Ekosistem Laut
Kegiatan utama ekspedisi meliputi penyelaman pendataan ikan karang dan terumbu karang, pengukuran kualitas air, serta transplantasi karang. Pendataan karang dan ikan karang dilakukan di empat titik penyelaman. Metode yang digunakan dalam pendataan terumbu karang adalah metode Underwater Photo Transect (UPT). Setelah dilakukannya pendataan, tercatat 50–54% tutupan karang hidup, sehingga dapat disimpulkan adanya penurunan dibanding hasil penelitian tahun 2023 (53–59%). Meski demikian, dominasi jenis Acropora submassive dan variasi komunitas lain menegaskan ekosistem masih relatif stabil.
Metode Underwater Visual Census (UVC) digunakan untuk pendataan ikan karang sepanjang 50 meter transek dengan lebar pengamatan 2,5 meter ke setiap sisi. Hasilnya menunjukkan dominasi ikan genus Pomacentrus dan Abudefduf. Nilai keanekaragaman ikan karang di kisaran 1,375–2,219 menandakan komunitas masih tergolong sehat dan seimbang.
Dari sisi kualitas air, hasil pengukuran menunjukkan kondisi perairan berada pada kisaran optimal bagi pertumbuhan karang, yaitu: suhu 28,5–29°C, salinitas 31–32 ppt, pH 8,4, dan DO 8,6 mg/L. Kecerahan mencapai 100%, menandakan perairan masih jernih dan mendukung kehidupan bawah laut.
Isu Lingkungan: Sampah dan Penyelaman Kompresor
Tim juga mewawancarai 15 warga, termasuk perangkat desa. Salah satu persoalan utama yang terungkap adalah pengelolaan sampah. Hingga kini, sampah rumah tangga maupun kiriman dari laut sebagian besar masih ditangani dengan cara dibakar atau dikubur. Minimnya fasilitas, pendampingan dan kesadaran masyarakat membuat upaya pengolahan terpadu sulit terwujud.
Selain itu, warga menyoroti praktik penyelaman menggunakan kompresor yang masih marak. Aktivitas ini berisiko merusak terumbu karang dan diduga menjadi salah satu faktor menurunnya tutupan karang di kawasan Gili dan Noko. Dampaknya terlihat pada perubahan struktur komunitas ikan, pada tahun 2023 lokasi penelitian lebih banyak didominasi ikan pemakan karang, sementara pada 2025 perairan lebih didominasi ikan herbivora.
Aksi Nyata: Transplantasi Karang
Sebagai langkah konservasi, tim bersama komunitas lokal Hijau Daun melakukan transplantasi karang di kedalaman 5 meter yang ditanam di antara Pulau Gili dan Noko. Sebanyak 151 fragmen karang jenis Acropora branching ditanam pada 12 struktur buatan berbentuk spider web. Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Untuk tindak keberlanjutan kedepan akan dimonitor secara rutin oleh Indonesian Conservation Institute (ICI) yang berbasis di Jawa Timur.
Seminar Hasil dan Harapan ke Depan
Pada hari kepulangan, Tim Ekspedisi Dwipantara VII menutup perjalanan dengan berpamitan kepada warga setempat sekaligus menyampaikan ringkasan hasil penelitian yang telah dilakukan. Lalu pada 15 Juni 2025, hasil ekspedisi dipaparkan dalam Seminar Hasil yang dihadiri warga, tokoh masyarakat, pemerintah kecamatan, hingga komunitas selam mahasiswa dari seluruh Indonesia. Diskusi hangat berlangsung, menyoroti isu sampah, praktik penyelaman kompresor, serta strategi menjaga ekosistem laut Gili dan Noko.
Melalui ekspedisi ini, kami berharap data dan aksi nyata yang dilakukan dapat mendorong kesadaran bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut di Bawean, sehingga Pulau Gili dan Noko tetap menjadi surga bahari yang lestari.
Writer : Nilamsari Dinda Andini U29
keren keren gokilll